Bab 34
Bab 34
Bab 34
“Naik—–”
Suara pria itu terdengar garang, matanya yang tajam dan dalam menatap lurus padanya.
“Orang sibuk sepertimu, apakah pantas mengantarku?” Samara mengejap ngejapkan matanya, dia bertanya dengan tersenyum : “Apakah keluarga Costan memiliki supir lain……apakah bisa merepotkan….”
Akan tetapi sebelum Samara menyelesaikan perkataannya, Asta dengan suara yang berat sudah menjawab dengan dua kata.
“Tidak ada.”
“Mana….mana mungkin?”
“Nona Samara, menurut logikamu, apakah saya sedang membohongimu?”
“Bukan itu maksudku.”
Samara sadar jika dia terus menolak maka suasana akan bertambah canggung dan itu tidak perlu terjadi, alisnya mengerut tapi dia tidak membantah, lalu duduk di tempat duduk di samping pengemudi.
Setelah menutup pintu mobil, dia sulit menekan prasangkanya terhadap Asta, dia juga tidak tahu apa yang diinginkan pria itu? Asta bisa mempunyai hubungan tidak lazim dengan perempuan bernama Samantha, itu menjelaskan kalau bukan hatinya jahat pasti orangnya buta!
Ketika dia sedang melamun, tiba tiba dia merasa tubuh kekar pria itu hampir menimpa dirinya, kedekatan tubuh mereka hanya kurang lebih 3cm.
Tatapan mata pria yang membara, mengarah lurus kepadanya, tubuhnya masih cenderung untuk semakin dekat dengannya.
Samara teringat mimpi basah yang dialaminya semalam, seketika hatinya bergemuruh, tanpa Sadar dia bertanya
“Asta, apa yang ingin kamu lakukan?”
Asta menatapnya dari samping memasangkan sabuk pengaman kepadanya lalu kembali duduk di tempat semula, dia memberitahu apa yang ingin dia lakukan dengan tindakan,
Tangan kecil Samara mencengkeram erat sabuk pengaman mobil hatinya kesal sampai ingin menghancurkan sabuk pengaman tersebut.
Pria disampingnya ini malah sangat puas melihat reaksi matanya yang marah dan kesal karena
malu.
Mobil sedang terjebak macet di atas jalan layang.
Samara tidak mempunyai kebiasaan bermain ponsel diatas mobil, dia termenung sambil melihat pemandangan di luar jendela, tiba tiba terdengar telepon Asta yang berdering.
Asta menekan tombol penerima telepon, terdengar suara seorang pria.
Mendengar yang menelepon adalah seorang pria, perasaan Samara yang sebelumnya ingin meledek langsung padam, dia mengira yang menelepon adalah suara perempuan, mungkin saja Samantha.
Samara terus mendengar percakapan itu dengan sabar, dan menyadari kalau telepon itu berkaitan sepenuhnya tentang pekerjaan, perasaan ingin tahu di wajahnya langsung pupus seketika.
Yang menelepon tadi adalah manajer umum perusahaan, yang khusus menangani bagian hiburan.
Samara tidak mendapatkan berita gosip, malah mendengar banyak rahasia bisnis, jika dia membocorkan dan menjual rahasia bisnis ini kepada orang lain. Asta pasti akan rugi paling tidak 100 miliar.
Telepon yang begitu penting, Asta sebagai orang yang berakal, mengapa membiarkannya ikut mendengar? Atau mungkin Asta mengira dia hanya seorang ahli forensik biasa, yang tidak akan mengerti pembicaraan mereka mengenai rahasia bisnis?
Perusahaan Farmasi Intermega sudah lancar beroperasi, sedangkan Perusahaan Hiburan Intermega di tangannya masih belum dimulai dengan resmi, inti pembicaraan telepon tadi membawakan banyak informasi yang berguna baginya untuk dipertimbangkan.
Samara menyesap bibir tipisnya yang merah, bola matanya berputar dengan licik, secara diam diam dia mengingat semua isi pembicaraan mereka dalam hati.
Tidak berapa lama kemudian, Asta mengantar Samara sampai di pintu masuk kompleks perumahan tempat tinggalnya, Ccontent © exclusive by Nô/vel(D)ra/ma.Org.
Mala Asia yang tajam menatap wajah Samara, lalu berpura pura bertanya:” Tidak mengundangku untuk berkunjung ke rumahmu?”
Dalam hati Samara tersentak, tetapi wajalinya tetap tersenyumi: “Tidak leluasa, sayangku sedang berada di rumalı.”
Kala Sayangku, bukan sengaja diucapkan Samara dengan mesta, namun karena kasih sayang Seorang Ibu membuatnya memanggil dengan mesra, mata bulatnya juga tampil dengan lincah dan bersinar
Suara Asta tidak termasuk melengking, tetapi tersirat suasana yang mengintimidasi: “Sudah jam segini masih belum pergi bekerja? Lelaki yang mengandalkan istri?”
“Asta, nasi boleh di makan sembarangan, tapi perkataan tidak boleh diucapkan sembarangan.” Samara mendengus, dengan keadilan ekstra dia berkata: “Sayangku bukanlah lelaki yang mengandalkan istri, dia adalah seorang bibit peretas yang hebat, di masa depan dia akan menjuarai peretas tingkat nasional.”