Bad 77
Bad 77
Bab 77
“Ini terkait pekerjaan.” Elan menyelesaikan kalimatnya dan menutup telepon sebelum Tasya bisa menaggapinya.
Sementara itu, Tasya tak punya pilihan lagi selain pergi ke kantor Presdir. Setelah mengetuk pintu dan memasuki kantor, dia disambut oleh pemandangan dari sosok pria yang sedang mengenakan setelan kemeja putih. Ada sebuah tatapan mempesona di mata Elan yang sepertinya ingin mencoba untuk merayunya. Tasya pun berjalan mendekat dan bertanya, “Pak Elan, Apakah ada tugas harus aku kerjakan?”
Elan menatap wanita itu dengan tenang. “Apakah kamu yakin dengan desain mu di pameran perhiasan kali ini? Apakah kamu pikir bisa memenangkan hadiahnya?”
“Tentu saja, aku merasa percaya diri.” Tasya melengkungkan bibirnya dan tersenyum.
Aku telah menaikkan hadiahnya dari 200.000.000 menjadi dua miliar, jadi kalau kamu bisa memenangkan hadiahnya, uang itu akan menjadi milikmu sepenuhnya.” Elan dengan perlahan duduk di kursinya, matanya tampak berbinar seperti seorang perayu wanita.
Sementara itu, Tasya tak bisa menahan diri untuk tidak memikirkan sebuah pilihan karir lainnya yang cocok bagi Elan jika saja dia bukanlah seorang pebisnis. Pria itu bahkan bisa menjadi seorang superstar di industri hiburan dengan ketampanannya. Pada pikiran lainnya, Tasya yakin bahwa dia bisa memenangkan hadiah senilai dua miliar rupiah; wanita itu bahkan berencana untuk menyimpan uang itu untuk putranya sehingga dia tak perlu khawatir lagi tentang masa depannya nanti. “Sudah waktunya jam pulang. Aku harus pergi sekarang. Tasya menyiratkan bahwa dia harus pergi.
“Pekerjaanku juga sudah selesai. Biarkan aku memberimu tumpangan untuk menjemput Jodi.”Content from NôvelDr(a)ma.Org.
“Anda tidak perlu melakukapnya, tapi terima kasih atas tawarannya.” Tasya menolak tawaran baik dari Elan.
Elan menyipitkan mata dan menatapnya tanpa berkedip. “Aku berjanji pada nenek untuk menjagamu dan putramu.”
Meskipun Tasya tidak memiliki masalah untuk bisa dekat dengan Hana, namun dia tidak merasakan hal yang sama kepada Elan, jadi dia menolaknya sekali lagi. “Aku tidak membutuhkanmu untuk menjaga kami.”
Sepuluh nenit kemudian, Tasya turun ke bawah dan berdiri di pinggir trotoar untuk memberhentikan sebuah taksi ketika siluet hitam berhenti di depannya. Kemudian, jendela mobil turun saat Elan berkata dengan tegas, “Masuklah.”
Namun, Tasya menanggapinya dengan memberikan tatapan yang tidak bersahabat. Dia merasa kalau Elan sangat menjengkelkan karena pria itu tak akan pernah berhenti mengikutinya meskipun ia sudah menolaknya.
Pada saat itu, sebuah taksi sudah berhenti di depan kendaraan Elan dan Tasya pun segera membuka pintu sebelum memasukinya. Begitu taksi mulai bergerak, Elan mengikuti tepat di belakang mobil dengan Rolls Royce Phantom miliknya.
Saat Tasya berbalik dan menatap dengan dingin mobil Elan yang mengikutinya, dia mengutuk dalam hatinya dan mempertanyakan niat pria itu dengan sangat kesal. Sebenarnya apa sih maunya?
Pada saat Elan sudah tiba di depan gerbang sekolah, dia melihat Tasya yang sedang masuk ke dalam sekolah
sesaat sebelum dia kembali lagi keluar gerbang sambil memegang tangan Jodi. Ketika bocah kecil itu melihat Elan yang tampan sedang bersandar di samping mobilnya dengan mata yang tertuju pada
mereka, Jodi dengan ceria melepaskan tangan ibunya dan menyambut Elan dengan gembira sambil mengatakan, “Pak Elan.* Jodi kemudian bergegas menuju ke arah pria itu setelah menyelesaikan kalimatnya.
Tak perlu dikatakan lagi, Elan dengan senang hati segera berjongkok dan memeluk bocah itu dengan tangannya. Detik berikutnya, dia menggendong si bocah dan membiarkannya duduk di lengannya yang berotot dengan kegembiraan yang luar biasa. Pada saat itu, mereka didekati oleh seorang ayah dan anak yang bertanya, “Jodi, apakah dia ayahmu?”
Jodi memandang teman sekelasnya dan mengalihkan pandangannya ke pria itu, siap menggelengkan kepalanya sebagai tanggapan tepat ketika Elan tersenyum dan menjawab, “Ya, aku memang papanya Jodi.” Sementara itu, Jodi pun dibuat tercengang saat mendengarnya, Tasya, yang berjalan mendekat, memelototi pria itu dan menggerutu pada dirinya sendiri tentang motifnya yang dipertanyakan untuk menyamar sebagai ayah dari putranya.
Begitu ayah dan anak itu pergi, Jodi mengalihkan perhatiannya kepada Elan. “Om Elan, bisakah kamu menjadi papaku untuk sementara waktu?”
“Apakah kamu benar-benar ingin aku menjadi papamu?” Elan bertanya.
“Tentu sajal”
“Tidak mungkin!” Tasya menyela percakapan antara pria dan anak itu, lalu memarahi Elan yang telah memanjakan putranya.
“Mama, guruku mengatakan kalau akan ada acara untuk orang tua dengan anak di bulan ini, dan semua siswa akan membawa ayah mereka. Oleh karena itu, aku ingin Om Elan membantuku dan terus berpura-pura sebagai papaku untuk sementara waktu agar aku dapat berpartisipasi dalam acara itu.”
“Tidak adakah acara bagi para ibu untuk hadir bersama anak-anak mereka?”
“Ada sih, tapi hanya anak perempuan yang bisa mengbadiri acara itu bersama ibu mereka. Anak laki- laki diminta untuk ikut acara ini bersama ayah mereka,” jawab Jodi.
Setelah mendengar penjelasan putranya, Tasya terkejut karena guru di TK Jodi tak peduli dengan siswa yang tidak mempunyai ayah, tetapi dia juga tidak bisa menyalahkan sekolah terkait dengan hal itu.
Elan menjawab dengan tegas, “Baiklah, aku akan mengikuti acara orangtua-anak ini bersamamu.”