Chapter 110
Chapter 110
Bab 110
Saat makan siang, Tracy terus berpikir, apakah Daniel adalah si ‘Gigolo pelunas hutang?
Jika iya, kenapa ia mau memainkan peran ini? Terlebih lagi ia berjanji menjemputku? Bukankah rahasianya akan terungkap?
Jika bukan, kenapa bentuk fisik mereka berdua, punggung dan suaranya sangat mirip?
Saat sedang melamun, sebuah suara lembut mendekat, “Tracy, dengar-dengar kamu dipindahkan ke lantai 68? Selamat.”
“Terima kasih.” Tracy mendongakkan kepala, ternyata Yuni. NôvelDrama.Org holds text © rights.
Tracy teringat kejadian Axel menusuknya hari itu. Walaupun ia tidak menemukan keanehan, tetapi ia selalu merasa Yuni agak aneh di hari itu…
Kejadian itu telah berlalu begitu lama, Tracy sudah lupa detil kejadiannya. Tetapi begitu melihat Yuni, hatinya ada sedikit kewaspadaan.
“Waktu itu, benar-benar maaf.” Yuni membawa makanan duduk di depan Tracy. “Saat Manajer Axel melukaimu, aku sungguh-sungguh ingin maju menolongmu. Tetapi aku takut. Aku benar-benar tidak berguna!” ujarnya dengan rasa bersalah.
“Jangan bicara begitu, kejadian itu tidak ada hubungannya denganmu.” Tracy buru buru menjelaskan.
“Untung saja kamu tidak dendam kepadaku. Tracy, apakah kita masih jadi teman?” tanya Yuni lembut.
“Tentu saja.” Tracy tersenyum menganggukkan kepala. Sebenarnya analisis secara logika, ia sama sekali tidak menemukan bukti keanehan pada Yuni. Itu hanyalah firasatnya saja. Ia tidak bisa
melewatkan orang baik karena hal ini.
“Baguslah kalau begitu.” Yuni tersenyum. “Aku membawa dua gelas jus, satu untukmu!”
Setelah berbicara, jus jeruk dalam nampan makanan Yuni diberikan kepada Tracy. Ia juga meletakkan sedotan dalam gelas Tracy dengan penuh perhatian.
“Terima kasih.” Tracy lihat Yuni juga ada segelas. Ia tidak banyak berpikir, lalu
meminum beberapa teguk jus. Kemudian ia menundukkan kepala makan. Ia sama
sekali tidak memerhatikan cahaya dingin di dalam mata Yuni.
Sore hari, Tracy terus sibuk bekerja. Setelah kejadian Direktur Toni, Sekretaris Yuli dipecat.
Sekarang Winnie menggantikan Yuli, menjabat sebagai kepala sekretaris. Sore hari harus menyesuaikan kembali masalah kerjaan.
Tracy belajar dengan giat, agar dirinya bisa mahir sesegera mungkin.
Tidak terasa, waktu menunjukkan jam pulang kerja. Tracy membereskan barangnya bersiap pulang.
Entah kenapa, sore itu ia selalu merasa panas dan haus. Ia sudah minum banyak air, sekarang lagi- lagi ke Pantri mengambil air mineral.
Lift berhenti di lantai 13. Para rekan kerja departemen adminitrasi berjalan masuk. Mereka menyapa Tracy dengan ramah dan memberinya selamat atas kepindahannya ke lantai 68.
Tracy berterima kasih dengan tersenyum. Ia berpikir dalam benaknya, dulu saat ia dipindahkan ke departemen satpam. Semua rekan kerja menghindarinya selain Yuni.
Sekarang ia telah dipromosikan, mereka lalu mendekatinya lagi.
Ini benar-benar sebuah kenyataan hidup.
Saat sedang berpikir, telepon Tracy berdering. Ia bergegas mengangkat telepon, “Halo, kamu sudah sampai?”
“Sebentar lagi tiba di depan perusahaan.”
“Iya, aku masih di dalam lift.” Tracy sengaja memamerkan kemesraan di depan rekan kerja lainnya. “Hati-hati di jalan ya, aku segera turun” bisik Tracy.
“Oke.”.
Setelah menutup telepon, beberapa rekan kerja mengelilinginya dengan antusias, “Tracy, siapa yang meneleponmu? Pacar?”
“Benar, pacarku datang menjemputku.” Wajah Tracy malu.
“Aduh, kalau begitu, aku harus lihat wajahnya dong. Tracy begitu cantik, pacarnya
pasti tinggi, kaya dan tampan…” Para rekan kerja menggunjing dengan antuasias.
Di sudut lift, Yuni menatapi Tracy dalam. Tiba-tiba bertanya, “Tracy, sejak kapan kamu punya pacar?”
“Sudah beberapa lama.” Jawab Tracy dengan tersenyum.
“Sudah punya pacar seharusnya traktir dong, benar tidak semuanya?” Yuni menggodanya.
“Benar, benar, seharusnya traktir.” Beberapa rekan wanita ikut menggoda.”Terakhir kali, pacar Yanti mentraktir banyak makanan jepang.”
“Pacarku juga memberikan cokelat kepada semua orang.”
“Hahaha, Tracy, kamu tidak bisa melarikan diri.”